Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

KKN UNIB - HORROR STORY

KKN HOROR STORY
(Bertemu Dengan Suara Asing)
(Sumber : Redaksi ilook.unib)

 
 
Hallo, sobat Ilook! Cukup lama tidak menyuguhkan genre cerita horror seperti malam jumat sebelumnya ya. Tapi jangan khawatir, malam ini cerita horror kembali. Waduh, bakalan lebih horror nggak nih? Sudah tidak sabar, mending scroll terus ke bawah dan rasakan sensasi horornya hihihi..
 
Hmmm, KKN (Kuliah Kerja Nge-horor). Bukan, maksudnya (Kuliah Kerja Nyata). Semua berawal dari kegiatan tahunan yang wajib diikuti oleh semua mahasiswa/i di kampusku. Sebelumnya, perkenalkan namaku Raya (bukan nama asli). Kali ini aku memberanikan diri untuk membagikan kisah horror yang pernah ku alami dengan beberapa teman di kelompok KKN ku. Kegiatan yang ku jalani selama kurang lebih 2 bulan ini berlokasikan di Curup Timur, jika ditempuh dari Kota B mungkin berlangsung 2-3 jam.
Sebelum KKN resmi dijalani, hal utama yang harus dilakukan adalah survey lokasi sekaligus mencari rumah yang nantinya akan digunakan sebagai sekretariat KKN. Kami mendatangi Desa S yang sudah ditetapkan sebagai lokasi kegiatan selama 2 bulan itu. Ku akui, memang cukup sulit untuk menemukan rumah layak huni disini, setidaknya kami membutuhkan rumah yang cukup besar agar bisa menampung 9 orang dalam kelompok. Belum lagi, karena waktu yang dihabiskan untuk mengabdi disini tidaklah sebentar, maka dari itu diperlukan rumah yang benar-benar pas di hati agar nantinya bisa melakukan kegiatan dengan nyaman.
Setelah berpusing-pusing untuk menentukan sekre, kami menetapkan pilihan pada rumah terakhir yang kami kunjungi. Yang ku dengar dari warga sekitar, rumah ini sudah lama tidak dihuni, kurang lebih 1 atau 2 tahun. Rumahnya besar dan masih terisi banyak perabotan disana bahkan juga tertata rapi. Aku akan mendeskripsikan keadaan rumah ini secara detail : 
Di setiap dinding rumah, ada banyak lukisan-lukisan penari yang sebenarnya sering membuatku merinding jika harus melewati itu. Lukisan itu diletakkan pada dinding ruang tengah hingga dapur.
Ada juga potret lukisan seorang wanita cantik, kemungkinan berusia 40 tahun beserta lelaki di sampingnya yang mengenakan seragam TNI AD. Jika tebakan kami benar, mereka adalah pasangan suami istri yang menjadi penghuni rumah ini sebelumnya. 
Rumah ini memiliki banyak kamar, namun hanya satu yang kami gunakan dan itu khusus untuk mahasiswi perempuan, sedangkan sisanya menggunakan ruangan lain (bukan kamar) yang biasa digunakan untuk beribadah. 

Sekedar informasi, ada 5 perempuan dan 4 laki-laki. 2 Laki-laki beragama islam dan 2 yang lain adalah non muslim. Seminggu pertama menetap disana, aku dan keempat teman perempuanku mengadakan kegiatan yasinan rutin, sekaligus meminta izin untuk bisa tinggal di rumah ini dengan aman dan tentram. Setidaknya, kami mengharapkan tidak terjadi hal-hal ganjil disana hingga nantinya kegiatan ini berakhir.
Seminggu pertama disana memang belum terlalu disibukkan dengan kegiatan, tapi warga sekitar sudah antusias menyambut kedatangan. Para kelompok organisasi sering berdatangan untuk mengakrabkan diri, anak-anak di Desa S juga suka datang di malam hari untuk diajarkan beberapa mata pelajaran sekolah. Semua berjalan sebagaimana yang kami harapkan, bisa diterima baik di Desa ini walaupun tubuh merasa lelah karena sering begadang akibat menemani perbincangan dengan para kelompok organisasi disana.
Hingga suatu ketika, kejadian yang tak pernah kami harapkan perlahan mulai muncul ke permukaan agar kami sadar akan adanya hal tersebut. Mulai dari suara keran air bebunyi pada malam hari tanpa ada yang menghidupkan itu sebelumnya, lampu kamar mandi sering mati dengan sendirinya, ada juga suara percikan air seperti kegiatan orang yang sedang cuci piring, belum lagi jika teman-teman sedang mandi sering melihat kucing dia atas plafon. Pokoknya, menyeramkan. 
Salah satu teman perempuanku, sebut saja Mita. Mita mengaku bahwa sudah beberapa hari ini merasakan hawa-hawa negatif disana, ia juga sering gelisah dan susah tidur. Disaat malam hari adalah waktunya istirahat, dia malah tidak bisa melakukan itu. Kata Mita, seperti ada yang ingin menganggu para manusia di rumah ini. Belum lagi, teman lelakiku namanya Surya yang menceritakan mimpinya tentang “ada sumur tua di belakang sekre ini” tanpa kami ketahui sebelumnya. Namun siang harinya, dengan segala rasa penasaran kami pergi ke belakang sekre dan menemukan sumut tua itu. Aku bahkan tak habis pikir, sebenarnya Surya cenayang atau bagaimana? Kenapa mimpinya bisa dengan cepat menjadi kenyataan?

Terlepas dari mimpi Surya dan semua hawa negatif yang dirasakan Mita, ada banyak lagi kejadian aneh yang mulai menyerang mental kami di rumah itu. Salah satunya, suara pintu kamar mandi yang sering berbunyi secara paksa, padahal tidak ada orang yang ingin pergi membuang hajat ataupun memainkan pintu itu. Kamar mandi yang dimaksud adalah kamar mandi yang ada di kamar kami, khusus para mahasiswi perempuan. Tahu kan, bagaimana berisiknya suara pintu jika dibuka? “kriiiittt…kreeeeeetttt…” mungkin begitu. Tak hanya tersiksa oleh pendengaran tapi juga tersiksa batin, karena tak tahu siapa oknum yang telah membuat kami selalu merinding ketika suara itu terdengar. 
Ada lagi, ketika keempat teman lelakiku mencoba untuk merefreshkan pikirannya dengan menikmati beberapa lagu favorit yang mereka putar melalui ponsel, kemudian disambungkan pada speaker agar suara musik bisa terdengar lebih keras. Tiba-tiba saja, lagu itu berhenti dengan sendirinya. Sungguh, tidak ada tangan manusia yang berniat untuk menekan tombol pause pada ponsel itu untuk menjeda musik. Sampai suatu ketika mereka sadar bahwa si penganggu itu sengaja menjalankan aksi untuk menakuti. Namun, tidak adil jika hanya diganggu oleh sebelah pihak. Mereka memberanikan diri untuk ikut berinteraksi biarpun akhirnya tak ada jawaban apapun lagi dari si pengganggu.
“IYA-IYA, DIKECILIN MUSIKNYA”
“MAAF YA, UDAH GANGGUIN KAMU”
“NIH, ENGGAK KENCENG LAGI KAN?”
Kejadian itu terus berlanjut hingga kami menyelesaikan kegiatan disana. Dengan semua perasaan tertahankan, memperbanyak doa untuk melindungi diri dan juga kelompok KKN ku di rumah ini. Jika dilihat secara langsung, memang belum pernah. Tapi kalau untuk diganggu, ataupun diisengin dengan suara-suara aneh rasanya tidak terhitung lagi.  Bahkan, tidak hanya berlaku bagi mahasiswa/i KKN saja. Beberapa warga sekitar ataupun anak-anak daerah sana yang bermain atau sengaja menginap di rumah ini ikut terganggu pula.
“Mungkin emang ngajakin main”
“Dia mau ngehibur kita yang lagi capek karena kegiatan tadi”
“Udah, diemin aja nanti kan capek sendiri”
“Kasihan, kayaknya udah lama enggak diperhatiin”
Begitu tanggapan dari teman-teman yang mencoba menahan takut dengan semua yang mereka rasakan. Aku juga berusaha untuk tidak terlalu panik, ataupun kelewat khawatir, takutnya malah jadi stress sendiri dan tidak konsentrasi dengan tujuan awal mengabdi di Desa S ini. Maka dari itu, kami semua juga mencoba untuk tak menghiraukan keberadaan si penganggu dan mencoba terbiasa untuk hidup berdampingan dengan mereka. Berharap hari berlalu dengan cepat agar bisa secepatnya pula mengakhiri kegiatan ini dan pulang ke rumah masing-masing. (RiN)

Posting Komentar

3 Komentar