Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

GB 2 HOROR CASES, PART 3 (FINAL)


GB 2 HOROR CASES, PART 3 (FINAL)
(Apa benar hal mistik tak bisa dipercaya?)


            Halo sobat Ilook! Kembali lagi di malam Jumat yang pastinya bikin greget dan penuh dengan aura mistis menghantui, hihi. Ilook website kali ini diisi dengan konten horror! Kasus GB 2 yang akhirnya terselesaikan! Mau tahu kelanjutannya? Scrolling ke bawah dan rasakan sensasinya..
***
Selepas dari GB aku dan Donna menuju perpustakaan karena teman yang lain sudah menunggu disana. Perpustakaan kami memang setiap hari ramai dengan mahasiswa, baik yang hanya membaca atau mengerjakan tugas kelompok. Aku memarkirkan motorku diantara motor Nani dan Nova. Mereka sudah tiba lebih dulu disana, kelimanya terlihat sedang fokus mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen tadi.
Hampir satu jam lamanya, kami berhasil menyelesaikan tugas di perpustakaan dan sudah memasuki waktu ishoma. Donna sudah pamit pulang lebih awal meninggalkanku, dan keempat teman perempuanku.
Tiba diparkiran, Nani terlihat kebingungan karena helm di motornya tidak ada. Kami menatap sekeliling parkiran barangkali ada helm yang tertukar. Tak lama setelah itu, 2 orang satpam mendatangi kami, memberitahukan bahwa helm temanku telah dicuri dan kami diminta ke gedung serbaguna karena pelaku ada disana.
Karena masalahnya tidak bisa diselesaikan maka dari pihak satpam menyuruh kami untuk melaporkan ke polsek terdekat. Nani meminta bantuanku untuk menemaninya ke polsek tersebut dan aku menyetujui. Aku dan Nani mengikuti mobil pick up yang membawa pelaku menuju polsek. Sampai dipolsek pelaku diproses dengan semestinya dan alhamdulillah urusan berjalan lancar. Helm Nani kembali dan kami juga bergegas untuk pulang.
Sebelum pulang ke rumah, Aku mampir dulu ke kostan Iis untuk mengambil motorku yang tadi ku titipkan dikostnya. Aku dan Nani pulang beriringan.
"shhhiittt"
Tiba-tiba saja motorku berhenti mendadak, gasnya tidak berfungsi. Aku berhenti tepat di depan gang yang menuju SMA 2 atau lebih tepatnya di depan stadion sawah lebar. Aku menstandar duakan motorku dan kemudian mencoba menghubungi keluargaku. Setengah jam berkutat dengan ponsel dan berharap mendapat bala bantuan, tiba-tiba saja suara kendaraan bertabrakan riuh di seberang jalan dari posisi ku saat ini.
Seorang bapak dengan dua anaknya terjatuh ke arah trotoar sedangkan ibu-ibu yang menabrak terjatuh ke tengah jalan. Aku menyebrang untuk memastikan keadaan mereka, untungnya aku mempunyai air mineral kemasan yang belum ku minum, ku berikan pada anak dari bapak itu yang sudah menangis sambil memeluk adiknya. Setelah memastikan keadaan anak-anak itu baik dan bapaknya telah dibawa oleh ambulance aku kembali menyebrang dan menunggu salah satu keluargaku jika ada yang menjemput.
Tepat pukul 21.00 abang ku datang dengan motor lainnya, dia menyuruhku untuk pulang duluan dengan motor yang dia pakai dan dia menunggu temannya untuk membawa motorku ke bengkel. Aku menuruti perintahhnya dan pulang kerumah dengan selamat.
Setelah bersih-bersih aku bersiap untuk tidur dan tak lupa sebelum itu aku mengunci semua pintu rumah dan jendela karena memang aku sedang sendiri dirumah. Pantas saja tadi keluarga ku susah untuk dihubungi karena ada salah seorang saudara yang meninggal dunia jadi mereka semua pergi ke rumah duka.  
Detik berikutnya, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Aku yang memang belum sepenuhnya tidur, keluar dari kamar untuk memastikan siapa yang melakukan ketukan itu.
"Siapa?" tanyaku dari dalam rumah.
"Ibu" Aku terkejut, jika memang itu Ibu harusnya Ibu bisa langsung masuk karena selalu membawa kunci cadangan rumah ketika pergi.
Aku mundur dari pintu dan berjalan menuju kamar untuk mengambil ponselku. Aku mencari kontak kakak perempuan ku untuk memastikan apa mereka benar-benar sudah pulang atau belum.
Pintu kembali diketuk sebanyak 7 kali, dengan irama berbeda. 3 kali diketuk dengan lambat, 3 kali dengan cepat dan 1 kali agak kuat. Aku mengambil alquran dan membaca ayat kursi serta ayat-ayat pendek yang ku hapal. Ketukan itu tak terdengar lagi dan masuk notifikasi pesan dari kakak perempuanku.
"Kami pulang agak lama Dek, soalnya banyak saudara yang baru datang, jadi gak enak kalau pulang duluan" Begitulah isi pesan dari kakak ku.
Tanganku bergetar, benar-benar semakin takut karena kejadian tadi. Aku masuk ke kamarku dan menguncinya dengan rapat agar aku merasa aman. Ku telpon salah satu temanku di dekat rumah alhamdulillah dia belum tidur dan dia mau ke rumah untuk menemaniku. Pada akhirnya malam ini aku tidur bersama temanku.
Selang beberapa hari setelah kejadian aneh dirumahku, aku beraktivitas seperti biasa seperti tidak terjadi apa-apa. Aku tetap bersikap biasa agar orangtua ataupun kakak-kakak tak menaruh curiga terhadapku.
***
Hari yang kami tunggu telah tiba, ya! hari ini kami akan berangkat untuk kemah. Sebelum berangkat kami dikumpulkan dihalaman depan jurusan untuk melakukan kegiatan pelepasan kami kemah. Setelah itu mobil yang akan mengangkut kami ke tempat kemah tiba, kami semua menaiki mobil dan bergerak menuju lokasi. Kurang lebih 3/4 jam kami sudah tiba di desa tempat kami akan melakukan kemah selama 4 hari 3 malam. Selama di perkemahan Aku berada dalam kelompok yang sama dengan Dwi, Mia, Maya, Anggel, Rizal Andi, dan Vivi.
Sore berganti malam, kami dikumpulkan disebuah ruangan untuk melakukan pembukaan kegiatan dan pertemuan dengan kepala desa serta perangkatnya. Acara berjalan dengan lancar hingga akhirnya acara selesai dan kami kemudian diarahkan menuju ke lapangan. Namun entah mengapa tiba-tiba saja kepalaku pusing dan perutku mual. Aku izin kepada panitia untuk dibawa ke tenda kesehatan.
Disana, ada Mbak Fitri selaku panitia kesehatan yang sedang bertugas. Dia sangat sigap dan mengurusiku waktu itu. Dengan lihai mengusapi minyak kayu putih ke bagian leher dan perutku agar merasa jadi lebih baik. Mungkin penyakit maghku sedang kambuh atau memang masuk angin karena malam-malam seperti ini diluar anginnya cukup kencang berhembus. Berharap segera pulih, nyatanya aku terjatuh…
            Saat terbangun, ternyata aku sudah dipindahkan ke dalam ruangan kestari bersama Mbak Fitri dan Mbak Kokom yang setia menemaniku. Untuk mencegah hal-hal aneh terjadi seperti sebelumnya, mereka terus mengajakku berbicara agar aku pun tidak melihat hal-hal yang tak diinginkan. Tetapi aku diam saja, sambil mengarahkan pandangan pada kaca jendela dan ada sebuah pohon pepaya lumayan tinggi disana. Sekedar informasi, tempat yang kami jadikan untuk kegiatan perkemahan ini adalah bangunan sekolah jadi banyak jendela dan beberapa atap plafon yang pecah dan bolong.
Dalam diamku, tiba-tiba sebuah wajah muncul di balik plafon dan itu terus memandangi temanku, Donna yang sedang tidur diseberangku. Aku memandangi wajah itu dan Donna secara bergantian, aku tidak tau apa yang diinginkannya dari Donna. Dia terus saja memandangi Donna tanpa beralih memandangku padahal biasanya makhluk yang aku lihat akan balik menatap ku juga.
Pada saat itu aku beranggapan, bahwa ini efek halusinasi dari rasa lelahku. Mbak Fitri yang sedang berjaga di ruangan menyuruhku untuk beristirahat agar bisa kembali berkegiatan besok. Lagi pula, dirinya memang melarangku untuk tak menanyai hal yang aneh-aneh dan lebih baik segera tidur melupakan semuanya.
***
Esok harinya, aku bangun saat adzan subuh berkumandang, Aku bangun dan kembali bersama kelompokku karena kondisiku sudah membaik. Saat akan wudhu, di jalan dekat tanjakan aku bertemu dengan Mbak Tiur, dia salah satu panitia yang bertugas sebagai pubdekdok. Aku menyapanya tapi dia diam saja bahkan tak berniat untuk melirikku, dirinya hanya melengos berjalan meninggalkanku.  
Aku kembali berjalan melewati tenda panitia dan senior, namun terkejut ketika aku menemukan Mbak Tiur yang sedang mengecek kamera disana. Aku ingat persis bagaimana aku menyapa Mbak Tiur di tanjakan tadi. Benar-benar aneh kan? Kenapa Mbak Tiur sudah berada di tenda ini lagi? Apa mungkin, Mbak Tiur memiliki kekuatan memindai diri secepat itu? Aku menggeleng cepat mengabaikan pertanyaan yang berkelebat dalam pikiranku, dan mempercepat langkah.
Kegiatan berjalan dengan lancar tanpa penampakan aneh yang tertangkap dalam netraku. Aku merasa aman karena mereka tak menganggu dan mengusik kegiatanku selama dua malam ini. Namun, Aku pun memang tak pantas berbangga hati. Ketakutan itu kembali muncul di malam ketiga pada kegiatan ini….
Saat itu ketika sedang berkegiatan tiba-tiba saja ada yang menepuk pundak ku, aku menoleh dan itu sangat gelap serta ada bau anyir dari arah yang menepuk pundakku tadi. Seketika aku pingsan dan dibawa ke ruang kestari, disana aku menangis sejadi-jadinya tanpa berhenti. Semua panitia berusaha untuk menenangkan ku, tapi tetap saja rasanya sulit mungkin karena ada anak kecil di pohon pepaya dekat jendela yang terus menatapku.
Mbak Fitri yang selalu standby di sana juga terus memintaku untuk beristigfar, melawan makhluk-makhluk aneh yang sudah merasuki. Aku juga berusaha menyebutkan tapi tidak bisa bahkan dalam hatipun tak bisa terucap. Aku tidak tau yang terjadi selanjutnya seketika aku bangun sudah ada temanku Yeza disampingku. Ya, Yeza memang bisa melihat makhluk-makhluk kasat mata sejak lama bahkan telah terbiasa dengan semua ini.
"Yez" kataku sambil menyenggol lengan Yeza.
"Iya Riz aku tau, jangan takut terus liat saja nanti dia akan pergi" Yeza membantuku agar tidak takut.
Kalian tau apa yang aku dan Yeza lihat? Dia tergambar seperti kunti tapi tidak terlihat pakaian putih dan wajahnya yang terlihat hanya bola mata putih sedikit menyala. Yeza mungkin bisa tenang karena dia sudah terbiasa, tapi aku tidak. Rasanya aku ingin teriak tapi tidak jadi karena Yeza menyakinkamku kalau aku bisa melawannya. Selesai melihat makhluk itu aku kembali melihat anak kecil yang sedang bergelantungan di plafon ruangan ini. Dia tidak memiliki wajah, alias datar saja. Aku takut melihat anak itu matanya merah dan perawakan badannya kurus tinggi.
Kefokusanku buyar ketika beberapa panitia membopong Donna yang baru saja kembali dari rumah salah satu warga untuk diobati. Aku terkejut melihat ada wanita yang memegangi kaki Donna, dia terus saja menggantung dikaki Donna dan tidak melepaskannya. Aku menjerit, membuat Donna melihatku dengan tatapan sinis. Setelahnya Aku diam saja kemudian membuang muka tidak melihat Donna lagi karena aku takut melihat gadis itu.
***
 “Wi, nanti aku mampir ke kostmu dulu ya kalau belum dijemput” kataku ke Dwi, ini hari terakhir kami berkegiatan. Masing-masing peserta telah mengemasi barang dan bersiap untuk pulang. Dwi mengangguk sebagai balasan. Sebelum pulang ke rumah kami berpamitan pada warga yang sudah berbaik hati menumpangi kamar mandi dan tempar untuk berganti pakaian. Semua warga disini benar-benar baik dan ramah, kegiatan ini menjadi pengalaman baru ku di bangku perkuliahan, biarpun tak sedikit dari kisah menyeramkan terus mengekoriku.
***
            Beberapa bulan setelah kegiatan kemah, aku mengikuti kegiatan akhir SLE yakni kegiatan SuperCamp, dimana kami disini dibagi beberapa kelompok dan akan berkemah selama kira-kira 2 hari. Sebenarnya aku tidak mau mengikuti kegiatan ini, karena aku takut jika akan merepotkan orang-orang disana dan aku bisa saja pingsan lagi. Tapi karena teman-temanku Dinda, Putri, Ama, Puput, Dia, Nabila, Amel, Anisa, Rasya, Sintia, dan Rima memaksaku untuk ikut, mau tidak mau aku tetap mengiyakan ajakan mereka.
            Sampai ditempat supercamp kami turun dan berkumpul sesuai kelompok kemudian diberi arahan dan upacara pembukaan kegiatan. Kelompok ku adalah kelompok dengan jumlah peserta terdikit, kami hanya berjumlah 9 orang dan 1 orang dipulangkan karena sakit. Jadi kami berjumlah 8 orang dengan 5 orang perempuan dan 3 orang laki-laki.
            Saat akan melaksanakan sholat magrib berjamaah, Kami sholat di masjid yang tepat dibelakangnya terdapat sebuah gereja kecil. Aku mengekori Mbak Nosa dan Mbak Tere ke belakang masjid dekat gereja karena disamping gereja ada kamar mandi yang mungkin bisa kami gunakan untuk berwudhu. Benar saja kamar mandi itu masih bisa digunakan dan airnya juga lumayan bersih. Sebelum berwudhu aku dan Mbak Nosa sempat melihat ke dalam gereja.
            Di dalam gereja ada seorang biarawati yang sedang mengemasi beberapa buku yang ada diatas meja-meja tempat mereka beribadah. Biarawati itu melihat kearahku dengan wajah datar dan kemudian masuk ke pintu diseberang. Tak ambil pusing aku kemudian berwudhu serentak dengan Mbak Nosa. Selesai wudhu kami kembali ke masjid untuk melaksanakan sholat magrib berjamaah. Malamnya kami berkumpul dimasjid mendengar arahan dari perangkat desa.
            Malam ini terasa sangat menyenangkan karena panitia pengisi acara asik dan juga tidak ada gangguan dari manapun yang menggangguku. Acara berjalan lancar dan hari ini tibalah malam terakhir kami berkemah. Malam ini panitia menyuruh kami untuk membuat sebuah pertunjukkan sama seperti pensi, tiap masing-masing kelompok menampilkan kreasinya.
            Selesai pensi kami kembali menuju tenda masing-masing dan sampai ditenda tiba-tiba  aku kembali pingsan. Pokoknya, pingsan adalah passionku sekarang. Setiap berkegiatan belum afdol kalau tidak pingsan. Semua tampak panik dan membawaku ke tenda panitia untuk diberikan obat agar aku jadi lebih baik. Aku terbangun saat mendengar suara dengkuran teman disampingku, aku langsung menatapnya yang tidur didalam sarung tidur. Kata teman yang menjaganya dia kedinginan tapi badannya panas dan berkeringat.
            Perempuan itu menatapku lemas dan aku balik tatap dengan tatapan sinis, entah kenapa aku bisa menatap dengan sinis. Setelah ku tatap sinis perempuan itu menangis dan datanglah Kak Toyib yang membantunya. Sekedar informasi, Kak Toyib ini katanya juga bisa melihat dan mengobati orang yang diganggu makhluk tak kasat mata seperti teman sejurusanku, Yeza. Saat Kak Toyib mengobati perempuan itu aku menatap jendela tenda yang menghadap ke gereja. Ada anak kecil duduk diatas rumput depan gereja menghadap ke masjid, aku bisa melihat setengah wajahnya tapi gelap.
            Lama ku pandangi anak itu dan tiba-tiba dia menatapku, matanya merah dan dia tambah lama tambah tinggi setinggi genteng gereja. Aku menangis dan disana aku langsung dipeluk sama Mbak Vika. Mba Vika tampak ketakutan saat memelukku dan menenangkanku, terasa olehku badannya bergetar. Kemudian datang Mbak Ecy dan Mbak Riza yang juga membantu menenangkanku. Aku tak kunjung tenang karena saat aku melihat lagi ke jendela tenda ada kunti yang melayang di jendela rumah di samping gereja.
            Semua menyuruhku untuk istigfar, aku mau menyebutkannya tapi benar-benar tidak bisa. Mulutku seperti terkunci tapi masih bisa menangis, aku takut dan aku mencari perlindungan dengan memeluk Mbak Vika lebih erat. Aku tidak tahu bagaimana kejadian selanjutnya tapi sewaktu aku bangun sudah ada Mbak Dwi, Mbak Nosa dan Mbak Tere disampingku.
            Kamu kenapa dek? Liat apa lagi?” tanya nya.
            “Gak papa Mba, Rizki mau balik ke tenda aja” Aku hendak bangun tapi ditahan Mbak Nosa dan aku kembali duduk ditenda panitia.
            “Rizki kalau masih pusing tiduran aja dek” kata Mbak Nopriza salah satu wali kelasku.
            “Iya Rizki tidur aja dek masih lama mereka tuh nontonnya” sahut Mba Wiwin.
            “Rizki mau makan dek?” tawar Mbak Ecy.
            “Ayo dek makan sama Mbaktambah Mbak Riza.
            Mereka yang ada ditenda panitia berusaha terus mengajakku untuk berbicara agar aku tidak diam dan melamun. Tapi entah dari mana sifat jahatku muncul, aku menatap sinis semua panitia yang mengajak ku bicara. Mbak Ecy yang sudah tau perubahan padaku langsung mendekatiku.
            “Rizki gak papa dek?” tanya nya yang ku balas dengan tatapan sinis kemudian kembali menatap kayu yang terletak ditengah lapangan.
            “Dek ngomong dek jangan diam aja dek, adek kenapa?” tanya Mba Nopriza lagi.
            Aku menatapnya dan sedetik kemudian aku pingsan kembali. Saat aku bangun sudah ada suara orang tilawah dikanan kiri kupingku dan diatas jidat serta perutku ada alquran.
            “Dek Rizki udah bangun, udah enakan?” tanya Mba Nopriza.
            Kamu kenapa lagi dek? Jangan melamun, kalau ada apa-apa ngomong ke mbak” Aku hanya menatapi wajah Mbak Dwi saja tanpa berniat menjawab. Aku kembali memejamkan mata.
            “Dek, dek jangan pingsan lagi dek” Mbak Nopriza benar-benar cemas
            “Rizki tidur bukan pingsan!” Aku tanpa sadar menjawab dengan ketus. Mbak Nopriza dan Mbak Dwi saling tatap, terkejut dengan intonasi nada ucapanku tadi.
            Aku tidur kembali tanpa peduli perkataanku tadi menyinggung atau tidak. Namun rupanya aku bukan tertidur melainkan pingsan lagi untuk yang ke 3 kalinya malam ini. Saat kembali terbangun ada Kak Toyib disampingku dan hanya melihat mulutnya komat kamit tak karuan. Selepas itu aku benar-benar tertidur pulas tanpa gangguan apapun lagi tapi masih dengan 2 ponsel dengan lantunan tilawah di kiri kanan telinga, alquran dijidat dan di perut.
***
            Aku menceritakan semua yang ku alami pada ayahku dan beliau percaya karena salah satu keluarga dia ada yang memang mempunyai penglihatan tembus pandang alias memiliki kesempatan untuk bisa menjelajah netra pada penampakan lain. Bahkan kakek ku sendiri memiliki itu, tapi aku baru mengetahuinya setelah aku cerita masalahku ke ayah.
            “Yah besok adek pulang agak sore atau kalau gak nginap tempat teman soalnya mau ada yang dikerjakan” Pamitku ke ayah saat aku baru saja pulang dari kampus.
            “Kegiatan apa lagi dek? Kalau kegiatannya nginap bemalam-malam gak usah nanti ngerepotin orang lagi” Jawab ayah.
            “Gak Yah, ini mau bungkus kado-kado untuk hari sabtunya dibagikan di pulaubaii tempat adek ngajar” Kataku. Ayah mengangguk saja.
            Sekitar pukul 3 sore kami berkumpul di PKM. Seingatku ada aku, Mba Dwi, Mba Fitri, Dwi, Puput, Ica, Diah, Mora, Indah, Sekar, Jiyah, Kiti, Lea, Lidia, dan Kak Rama yang menemani kami agar ada setidaknya satu orang laki-laki.
            Riz, Mbak mau sholat dulu ke atas, adek jaga tas dan barang-barang ya disini” Kata Mbak Dwi, memang saat itu sudah masuk waktu magrib dan kebetulan aku sendiri yang sedang tidak sholat jadi aku yang menjaga barang-barang. Aku mengangguk. Mereka keluar dari ruang bem dan menuju kamar mandi untuk wudhu serta sholat magrib di lantai atas PKM.
            Aku merasa mengantuk dan ku rebahkan kepala diatas meja dan tertidur. Sayup-sayup aku dengar suara orang memanggilku tapi aku tidak bisa membuka mata dan menggerakkan badanku. Aku sudah berusaha untuk membuka mata namun sama sekali tidak bisa.
            “Rizki dimana dek?” Terdengar suara Mbak Fitri memanggilku.
            “Dimana Riz?” Suara Diah dan teman-teman lain memanggilku.
            Setelah lama mereka mencari dan mereka menemukanku sedang duduk dibawah meja dekat pintu keluar padahal aku tadi ingat kalau aku tertidur dimeja bagian dalam ruangan ini, tapi tiba-tiba saja bisa ke sini.
            “Mbak, Rizki disini” Teriak Ica.
            Saat ada sebuah tangan memegangku barulah aku bisa membuka mata dan menggerakan badanku. Semua panik langsung mengemasi barang masing-masing dan kami meninggalkan PKM. Aku pulang diantar Kak Rama menggunakan mobilnya dan motorku dibawakan menyusul.
            Sejak kejadian itu kakek ku yang awalnya jarang main ke rumah jadi lebih sering main ke rumah dengan alasan mau melihat keadaanku. Aku tidak tau maksudnya apa tapi aku senang saja karena dia mau sering main ke rumah. Sejak kakek ku sering main ke rumah hampir tak pernah aku melihat hal-hal aneh lagi di kampus. Namun tak berlangsung lama, kakek ku jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia dipertengahan idhul fitri.
            Sejak kakek meninggal gangguan itu mulai datang kembali, terlebih lagi di danau. Di danau itu ada sesosok makhluk berperawakan seperti kingkong tapi tidak bungkuk dan seluruh badannya berbulu lebat dilengkapi dengan tanduk dikepalanya. Persis sama seperti makhluk yang ada di rumahku dan selalu berada di kamar kakak laki-laki ku.
            Aku sempat di rukiyah dan itu tidak berhasil karena aku melihat itu bukan semata-mata karena mata batinku terbuka, jin yang mengikuti ataupun ada ilmu-ilmu hitam lainnya. Tapi kata ustadz, karena dari diriku sendiri ada dorongan untuk dapat melihatnya.
            Sekarang aku mulai terbiasa melihat mereka yang berbeda alam dengan kita. Beberapa ada yang baik dan tak mengganggu tetapi ada juga yang jahat dan mengganggu. Mereka punya kehidupan tersendiri di dunia nya sama seperti manusia. Begitupun yang di GB II, disana kebanyakan makhluknya baik sehingga tidak terlalu mengganggu mahasiswa.
            Dan untuk teman-temanku yang membaca cerita ini aku ingin memberitahu kalian kalau nama yang ku gunakan adalah nama samaran ya, bagi yang mengenalku terima kasih telah membaca cerita ini dari awal hingga akhir.
            Untuk Donna dirumahmu ada beberapa makhluk yang dominan mengganggu, tempatnya dilantai dua aku sarankan untuk dipasangi lampu dan sesekali ditempati.
            Untuk Dwi dan Vegi aku mau kasih tau kalau di kolam depan kostan kalian itu ada makhluk berbentuk hewan tapi dia tidak mengganggu, ingat kan saat magrib kita mendengar suara tertawa melengking, itu adalah dia.
            Untuk Iis dan Dinda, kostan yang kalian tempati sekarang ini ada beberapa makhluk yang mengganggu dan jahil, tapi mereka hanya jahil dengan tamu bukan dengan penunggu di rumah itu. Ingat yang aku sakit padahal besoknya kita akan tampil nasyid di acara tapi aku sakit, nah itu ulah penunggu disana yang ikut aku pulang sampai rumah.
            Di kostan Alfia dan Yuyun juga ada tapi tidak selalu ada, mereka akan pergi kalau kita sedang kumpul ya tapi mereka memang disitu tempatnya.
            Buat teman-teman yang lain jangan pada takut ya, di GB II mereka baik-baik asal kalian juga sopan kalau bicara dan bertutur sapa. Karena disetiap tempat mereka pasti ada akan tetapi tidak semua dari mereka mengganggu kita.
            Terima kasih untuk tim Ilook yang telah memberikan ku kesempatan untuk membagikan pengalaman ini.  Sampai jumpa di episode lainnya!

Posting Komentar

0 Komentar